Posted by : Laroy Kamis, 10 April 2014

Ada sebuah cerita mitologi Yunani yang sedang menarik perhatian saya, karena cukup banyak bersinggungan dengan kejadian yang sedang saya alami.
Cerita berawal dari Daedalus, ayah Icarus, diminta oleh Raja Minos dari Kreta (Crete) untuk membangun labirin di Knossos, dekat istana. Labirin ini akan digunakan untuk memenjarakan para Minotaur — setengah banteng setengah manusia, hasil perselingkuhan istrinya dengan seekor banteng. Namun kemudian Raja Minos memenjarakan Daedalus dan anaknya, Icarus, dalam labirin tersebut. Daedalus dianggap bersalah setelah memberikan Ariadne, putri Raja Minos, sebuah bola-bola dari untaian, untuk membantu Theseus, musuh Raja Minos, bertahan hidup di labirin dan mengalahkan Minotaur.
Daedalus kemudian mengumpulkan bulu-bulu burung yang beterbangan. Hari demi hari, akhirnya terkumpullah sejumlah bulu-bulu yang cukup untuk membuat dua pasang sayap. Daedalus merekatkan bulu-bulu tersebut dengan lilin. Daedalus mencoba sayap tersebut terlebih dahulu, dan sebelum ia pergi, Daedalus berpesan pada anaknya agar tidak terbang terlalu tinggi, tidak terlalu dekat dengan matahari, juga tidak terlalu rendah, tidak terlalu dekat dengan laut.
Landskap Labirin dan Laut Jatuhnya Icarus
Landskap Labirin dan Laut Jatuhnya Icarus
Icarus yang mulai pusing karena baru pertama kali terbang, melejit ke angkasa lepas dengan penuh rasa ingin tahu. Namun ia tak pernah puas, ia terbang lagi, lebih tinggi lagi, demikian seterusnya hingga ia sadar, ia sudah terlalu dekat dengan matahari. Lilin yang merekatkan bulu-bulu pada sayapnya meleleh. Bulu-bulunya beterbangan jatuh, hingga yang tersisa tinggal ia mengepakkan tangannya sendiri. Jatuhlah Icarus dari angkasa ke laut lepas. Laut itu kini diberi nama Icaria, di sebelah barat Pulau Samos.


Kisah Icarus ini seringkali menjadi interpretasi akan ambisi, bahwa manusia kadang terlalu berambisi hingga lupa akan realita.
Namun, perspektif saya, dengan mengaitkan sesuatu yang baru saja terjadi dengan saya, kisah Icarus ini melambangkan kebebasan — yang berlebihan tentunya. Seringkali kita ketika terbebas dari belenggu, kita terlalu bahagia, melompat berlarian kesana kemari. Hingga lupa tujuan awal. Saat tersadar, sudah terlampau banyak waktu yang habis, dan tenaga sudah mulai menipis.
Hati-hatilah, kadang kebebasan itu semu.

Welcome to My Blog

Translate

RADIO (LIVE)

Tanya aja

- Jangan Lupa SUBSCRIBE ROYKINAN YA ! ! !